I know I know, I
ever said this blod dedicated for ChangKyu, but, since my ChangKyu ff doesn’t
finish yet so this BarChan FF for my debut FF in this blog, hope you enjoyed
정신 분석 (Jeongsin Bunseog) (Psycho)
Cast : -Baro
-Gongchan
-Kwangmin
-Youngmin
-Minwoo
-Jinyoung
-Sandeul
-CNU
-DLL
Genre : Brothership, angst, thriller, sad
Warning : -Mengandung unsur psycho dan kesadisan.
-Mian kalau ada kata-kata kasar *bow*
- Sorry for the typo(s)
“Yeoboseyo?”
“Hyung~ i-ini aku Gongchan. Hyung tolong aku, hiks... aku... aku
takut...”
“Ya! Channie kau dimana, huh? Sudah 2 hari kau tidak pulang.”
DUAKH!
“Argh...!!! HYUNG! T-tolong~”
“Ya! GONGCHAN Dengarkan aku, jangan matikan ponselmu, aku akan
menjemputmu. Kau dengar? Jangan matikan ponselmu!”
Baro segera berlari keluar dorm, memanggil taksi dan memberi
tahu dimana Gongchan berada, rekan kerjanya yang sudah seperti dongsaengnya
sendiri. Sudah 2 hari Gongchan dinyatakan hilang, Baro merasa itu semua
salahnya. Seandainya malam itu dia tidak memarahi Gongchan, seandainya malam
itu dia tidak terus-terusan menyalahi Gongchan. Padahal Gongchan sudah minta
maaf namun amarah yang menguasai Baro saat itu tidak bisa di ajak kompromi
lagi, kata-kata umpatan terus meluncur dari mulutnya hingga memancing
pertengkaran hebat malam itu. Bahkan CNU dan Jinyoung menjadi korban
pertengkaran mereka malam itu. Sedangkan Sandeul, dia syok. Untuk pertama
kalinya sang matahari B1A4 itu melihat member B1A4 bertengkar sehebat itu. Baro
tersenyum sedih, dia masih ingat lebam di pipi CNU dan Jinyoung, padahal mereka
berdua tidak terlibat permasalahan itu sama sekali. Namun Baro lebih merasa
sedih saat melihat Gongchan. Baro tahu malam itu perasaan Gongchan benar-benar
terpukul hingga pergi dari dorm dan sampai saat ini ia tidak memberi kabar apa
pun. Padahal itu hanya masalah sepele namun menjadi besar karena amarah yang
berhasil memenangkan perang di batin Baro.
“Ya! Gongchan, apa kau yang melakukan ini?” Tanya Baro dingin, dia
menunjukan topi kesayanganya. Di topi tersebut terdapat sebuah tulisan berbunyi
“BarWoo” Seharusnya topi itu berwarna putih bersih, bahkan tulisan tersebut pun
berwarna putih. Namun, kini topi tersebut berwarna-warni di sana-sini. Merah,
biru, hijau menjadi satu, mengkolaborasikan warna masing-masing hingga menjadi
abu-abu. Jelek, karena warnanya yang tidak rata dan berkesan berantakan dan
jorok.
“Mi-mian hyung. Aku tidak
sengaja merusaknya” Sesal Gongchan. ‘Mian’, memang kata yang tepat untuk
seseorang yang telah merusak topi itu tapi walau pun kata itu kata ajaib namun tidak akan mudah melawan amarah
yang telah berhasil memenangkan perang dalam batin seseorang. Rumit memang,
tapi itulah kenyataan. Kenyataan yang berujung pada pemikiran logis yang
menyatakan ‘berpikirlah dulu sebelum bertindak’
“Ya! Apa yang kau
lakukan!? Tega sekali kau melakukan ini!?” Bentak Baro kesal.
“Hyung kan aku sudah minta
maaf! Lagi pula aku bisa mengganti topi murahan tersebut dengan topi yang lebih
bagus!” Gongchan mendengus kesal.
Benar, amarah itu telah
menyelimuti kedua pihak memperumit masalah yang ada dengan membuat masalah
baru. Hati mereka berdua sama-sama panas, benar jika orang berkata ‘di
selubungi api amarah’ walaupun kata-kata itu terdengar berlebihan, namun itulah
kenyataanya. Hati mereka berdua sama-sama panas seperti api. Hal itu juga telah membuahkan suatu
gagasan yang tidak terlalu cemerlang, ‘selesaikan masalah dengan kepala dingin’
Mengapa gagasan itu tidak terlalu cemerlang? Bayangkan saja, menenangkan orang
yang sedang mengamuk itu tidak mudah, sudah tenang saja bagus. Kini, harus
menyelesaikan masalah tersebut dengan ‘kepala dingin’ Apa itu mudah? Tidak, itu
lebih sulit dari yang di bayangkan. Kenapa? Karena menyelesaikan masalah dengan
membicarakan masalah tersebut akan memunculkan masalah baru. Dan itu benar,
masalah lama belum selesai muncul masalah baru. Sungguh rumit. Tapi itulah
kehidupan. Di penuhi kerumitan dan masalah.
“Murahan? Murahan apanya!?
Aku tidak butuh topi busuk darimu! Kau tidak tahu seberapa penting topi ini
bagiku!” Baro berteriak kesal, tanpa sadar dia mengepalkan tanganya hingga
buku-buku jarinya memutih.
“Ya! Sejak kapan sebuah
topi tidak penting bagimu, huh!? Bahkan topi jelek itu penting bagimu, yang
benar saja.” Cemooh Gongchan.
“Jangan sok tau! Kau hanya
anak kecil. Kau tidak tahu apa-apa!” Baro berteriak keras dia merasa kesedihan
menyelumutinya di antara amarah yang berkecamuk di hatinya.
“Cih, aku bahkan lebih
tinggi darimu” Cerca Gonghcan. Dia kesal terus-terusan diejek anak kecil oleh
Baro. Ini memang bukan pertama kalinya Baro mengejeknya anak kecil, biasanya
Gongchan tidak akan marah. Namun dalam keadaan seperti ini tentu saja dia
marah.
“Jaga omonganmu Gongchan”
Ujar Baro, terdengar nada mengancam dari ucapanya.
Gongchan mendengus “Untuk
apa aku menjaga omongan di depan hamster jelek sepertimu, huh?”
Prang!
Baro melempar sebuah vas
bunga kearah Gongchan, untung Gongchan sempat menghindar hingga vas tersebut
hanya mengenai bahunya dan jatuh kelantai.
“Jaga omonganmu magnae”
Ujar Baro dingin namun ada penekanan di setiap kata.
PLAK!
Gongchan menampar Baro
kencang, hingga bunyi tamparanya masih terngiang di telinga Baro.
“Ya! Apa yang terjadi?”
Tanya Jinyoung, dia baru saja selesai mandi dengan rambut yang masih basah dan
tangan kanannya memegang handuk putih untuk mengeringkan rambutnya.
“Tanyakan saja pada magnae
kurang aja itu” Ujar Baro kasar sambil menyeka darah di sudut bibirnya.
“Ya Baro, kau baik-baik
saja? Kenapa pipimu merah?” Tanya Jinyoung menghampiri Baro. Dia terlihat
khawatir.
“Ya! Hyung, jangan meminta
pembelaan! Cih, pengecut!” Cerca Gonngchan kasar.
Jinyoung sempat terdiam,
dia bingung mendengar Gongchan berbicara sekasar itu padahal sebelumnya
Gongchan tidak pernah berbicara sekasar itu.
“Ya! Kau!” Baro mengambil
ancang-ancang untuk memukul Gongchan.
Lagi-lagi Gongchan beruntung karena Jinyoung segera menahan tindakan
Baro sehingga pukulan Baro mengenai hanya menyerempet bahu Gongchan..
“Y-ya! Hyung apa yang kau
lakukan! Lepaskan aku!” Baro terus memberontak, namun tak ada hasilnya.
Baro merasa kesal hingga
tanpa sadar ia melayangkan satu tamparan di pipi Jinyoung.
Plak!
Tamparan yang cukup
kencang hingga berhasil membuat Jinyoung terpental. Baro tidak memperdulikan
sang leader yang terjatuh kelantai dia tetap berpikiran untuk menendang si
magnae kurang ajar itu.
Duak!
Satu tendangan mendarat
mulus di kaki Gongchan hingga membuat si magnae itu berlutut dan mengrintih
kesakitan “Akh! Hyung aku membencimu!” Gongchan segera berdiri dan telah siap
membalas tendangan Baro namun tiba-tiba ada seseorang yang menahanya.
CNU..
Baro tidak hanya tinggal
diam, melihat dia memiliki suatu kesempatan besar tentu saja dia tidak akan
menyianyiakan kesempatan itu.
Baro segera mengangkat
tanganya..
Dia tersenyum sinis..
“YA!!! Lepaskan jangan ikut campur!” Teriak Baro. Dia meronta dan terus
meronta. Tentu saja ia kesal karena kesempatan itu lepas dari genggamanya.
Kini Jinyoung sedang
memeluknya, erat sekali membuatnya sulit bergerak dan bernafas.
“SANDAEUL!” Teriak
Jinyoung, dia berusaha memanggil Sandeul untuk meminta pertolongan. “Aish,
dimana anak itu?” Gumamnya sdikit kesal.
“Ne, hyung” Itu Sandeul.
Matanya membesar dan tubuhnya menegang ketika melihat pemandangan di hadapanya.
Baro, Gongchan, Jinyoung dan CNU, terlihat memar-memar kebiruan yang menghiasi
wajah mereka. Ditambah lagi Sandeul melihat Jinyoung yang memeluk Baro dan CNU yang merapatkan Gongchan di dinding.
Sandeul mengerti, dia dapat membaca suasana saat ini. Tentu saja dia bisa, dia
tidak bodoh.
“Cepat telepon manager
hyung!” Perintah Jinyoung. Dia terlihat mempererat pelukanya tanpa
memperdulikan Baro yang sudah tercekat karena kehabisan nafas.
“N-ne” Sandeul mengangguk
lalu segera menelpon orang yang dimaksud Jinyoung.
“Yeoboseyo? Hyung! Bisakah
kau datang ke dorm sekarang. Ani, itu sepertinya Baro dan Gongchan bertengkar. Molla, saat aku datang tampang
mereka sudah babak belur. Ne, araseo.”
“Dia akan datang sebentar
lagi” Ujar Sandeul, suaranya terdengar serak dan bergetar. Jinyoung dan CNU
menyadari hal itu, mereka tahu kalau Sandeul sedih melihat Baro dan Gonghcan
bertengkar apalagi sampai seperti ini. Padahal sebelumnya kejadian seperti ini
belum pernah terjadi. Namun nampaknya Baro dan Gongchan tidak memperdulikanya,
mereka terlihat saling menatap tajam satu sama lain.
Hening..
Hanya ada suara hembusan
nafas yang bergemuruh...
Keheningan menyelimuti
ruangan itu cukup lama..
hingga...
“Uhuk...uhuk.... hyung...
nafasku sesak...” Ujar seseorang, wajahnya terlihat pucat dan dia terlihat berusaha
mengambil nafas namun nampaknya usaha orang tersebut sia-sia.
“B-Baro.... Ah..
mianhae..” Jinyoung segera melepaskan pelukanya, namun ia segera mempererat
lagi pelukanya karena tiba-tiba saja Baro terjatuh.
“Baro-ya gwaenchana-yo?”
Tanya CNU, dia segera melepaskan Gongchan dan berlari kearah Baro dan Jinyoung.
“Ah, n-ne na gwaenchana.
Aku... hanya sesak hyung,” Jawab Baro, dia terlihat sedikit lebih baik.
“Ya, Sandeul cepat
ambilkan air minum” Perintah Jinyoung sambil mendudukan Baro di sofa.
Sandeul mengangguk, lalu segera
mengambil minum di dapur. Langkahnya terlihat tergesa-gesa dan wajahnya
tersirat ekspresi ketakutan dan cemas.
“Cih, dasar lemah. Bilang
saja kau cari perhatian.” Gongchan menatap Baro tajam. Begitu juga Baro. Dia
segera berdiri, namun ia terduduk lagi karena tiba-tiba ia merasa pusing.
“Gongchannie, sudahlah
jangan memperpanjang masalah” Ujar Jinyoung lembut.
“Cih, betulkan? Kau Cuma
cari pembela. Dasar menyebalkan!”
Setelah mengucapkan
kata-kata itu Gongchan pergi meninggalkan dorm dan tidak kembali hingga di
nyataka hilang oleh pihak kepolisian.
Baro POV
Angin berhembus dengan kuatnya. Aku bediri di sini. Di depan
sebuah bangunan tua yang cukup jauh dari kota. Aku berdiri tepat di depan pagar
hitam yang terlihat tua namun tak berkarat. Memandang sebuah bangunan tua di
hadapanku, bangunan itu terlihat suram dan menakutkan.
Glek..
Aku menelan air liurku lalu mengangguk mantap. Sebelum masuk aku
menganalisis bengunan ini terlebih dahulu. Ya, walaupun kemampuan
menganalisisku tidak hebat tapi tidak ada salahnya mencoba, bukan?
Hal pertama yang menarik perhatianku adalah sebuah jejak mobil
yang tercetak di tanah bersalju menuju halaman bangunan itu. Aku memperhatikan
setiap incinya, ini bukan mobil truk atau mobil yang berukuran besar. Hanya mobil
biasa. Berarti orang yang berada di dalam sana bersama Gonghcan kurang dari 5
orang. Pasalnya, sebuah mobil kecil tentu saja tidak bisa menampung lebih dari
4 pria dewasa. Setidaknya jika hanya berempat aku dan Gonghcan masih bisa
melawan walau pun hanya untuk ‘waktu’ setidaknya sampai polisi datang. Ya, aku
sudah menghubungi kantor polisi itu tapi hasilnya seorang wanita menyebalkan
berkata “Maaf nomor yang anda tuju sedang tidak dapat di hubungi, tunggulah
beberapa saat lagi.” Aish, ingin raanya aku menggigit wanita itu.
Walau pun aku tidak yakin bisa melakukanya sendiri jika ada
sesuatu yang mendesak, tapi pada akhirnya aku tetap memasuki bangunan itu.
Bangunan tua berwarna hitam terlihat berantakan. Hanya terlihat
seperti sebuah bangunan bekas suatu perusahan yang bangkrut. Mungkin.
Aku menatap sebuah pintu, pintu yang sudah tidak berpintu. Aku
melihat kedalam, cukup terang.
Aku melangkahkan kakiku masuk kedalam, mengecek ponsel ku
sebentar. Hanya untuk mencari tahu dimana Gongchan sekarang.
Mungkin kalian bingung, tapi manager hyung, dia memasang alat
pelacak di ponsel semua member B1A4 untuk mencegah hal-hal seperti ini terjadi.
Setidaknya jika ada member yang hilang keberadaanya masih bisa di lacak, tapi
itu pun kalau ponsel itu di gunakan untuk menelpon seseorang baru alat
pelacaknya aktif.
“Hallo?” Ujarku, suaraku terdengar menggema keseluruh ruangan.
Aku menutup mulutku karena debu yang sudah menjadikan bangunan ini sebagai
rumahnya.
BUAK!
A-apa ini? Aduh, aku merasa ada seseorang yang memukul kepalaku.
Aku merasa sesuatu membasahi topiku, kepalaku terasa berat.
Hal terakhir yang kuingat adalah aku melihat dua orang pria
tersenyum. Wajah mereka sama? Apa mereka korban kloning yang sedang
marak-maraknya di Korea.
Namun setelah itu, semuanya gelap..
Hingga..
“Ya! Lepaskan hyung ku!”
Suara siapa itu, sepertinya aku terdengar familiar di telingaku.
“Apa yang kalian mau hah!!”
Brak!
“Ugh! Le-lepaskan kumohon lepaskan kami. Setidaknya lepaskanlah
hyung ku”
Gongchan? Itu suara Gongchan!?
Aku segera membuka mataku namun aku segera menutupnya lagi
karena tiba-tiba rasa pusing menyerang bagian belakang kepalaku.
Aku menggeleng-gelengkan kepalaku berusaha mengusir rasa pusing
yang bersarang di kepalaku ini.
“Haaaaa... rupanya dia sudah sadar hyung.” Ujar seseorang, aku
benci mendengar caranya berbicara. Seperti meremehkan orang dan
dipanjang-panjangkan di setiap kata-kata tertentu.
Aku membuka mataku lalu.. “Annyeong” Aku mengeryit. Terkejut
melihat dua orang berwajah sama di hadapanku. Yang satu berambut pirang dan
yang satunya lagi berambut hitam legam. Keduanya memiringkan kepala kearah yang
beralwanan, mata mereka yang memang pada dasarnya sudah besar melotot menatap
mataku. Tatapan mereka terlihat kosong namun terlihat seperti tatapan membunuh,
bagiku. Menyeramkan, ditambah lagi mulut mereka tersenyum lebar. Tidak, tidak
maksudku menyeringai. Seringaian lebar dan menakutkan. Aku bergidik seketika.
“Siapa namamu?” Ujar si rambut pirang sambil mengelus-elus
pipiku. Astaga, aku benar-benar ketakutan sekarang. Sebenarnya ada apa sih
dengan dua manusia di depanku ini. Jujur aku langsung mengingat film psycho
yang kutonton seminggu yang lalu.
“Ya, kakak kembarku bertanya padamu. Siapa namamu?” Ujar si
rambut hitam. Oh, mereka kembar. Mungkin pikiranku jadi berpikir terlalu jauh
karena kebanyakan menonton film fiksi. Kloning? Yang benar saja.
“B-Baro” Jawabku, suaraku tercekat karena melihat si rambut
hitam megeluarkan pisau perak dari kantong celananya.
“Annyeong Baro. Naneun Kwangmin imnida” Ujar si rambut hitam.
Tingkah lakunya sangat menyeramkan. Bayangkan! Dia memainkan pisau perak
tersebut sambil menatap pisau tersebut. Tatapanya aneh, dia seperti sedang
menatap orang yang ia cintai. Lagi-lagi aku bergidik ngeri.
“Senang bertemu denganmu Baro” Ujarnya. Aku tak bergeming hingga
Kwangmin tersenyum lalu menggoreskan pisau tersebut tepat di leherku.
Srat!
“Ugh!” Aku merintih kesakitan. Darah segar merembes hingga
membasahi jaket putihku.
“Youngmin imnida” Kini si rambut pirang yang berkata.
Aku tersentak saat ia mulai mendekat dan terus mendekat, lalu
menjulurkan lidahnya dan menjilat darahku.
“Y-ya! Apa yang kau lakukan!?” Tanyaku, aku berusaha mundur.
Namun aku baru sadar kalau saat ini tubuhku diikat di atas kursi kayu. Kaki ku
juga diikat dan tanganku diikat kebelakang.
Aku meronta berusaha melepaskan diri. Ini gila!? Benar-benar di
luar logika. Atau mungkin mereka vampir? Apakah mungkin? Tidak, tidak vampir
itu tidak ada Baro. Aku jangan kemakan omongan manager hyung yang selalu
berkata “Jika kalian keluar malam-malam maka vampir akan menjadi lawan tanding
kalian!”
“YA! Jangan sakiti dia!” Ujar seseorang.
Aku mengenal suaranya.
Gongchan!
“Ya, Gonghcan? Channie?” Tanyaku, memastikan bahwa itu
benar-benar Gonghcan.
“Ne, hyung? Gwaenchana?” Tanyanya. Dia memang Gongchan. Namun
suaranya, suaranya terdengar serak dan lemah. Apa yang telah si kembar aneh ini
lakukan pada Gongchan!?
“Ya! Seharusnya aku yang bertanya seperti itu!” Seruku.
“Mian, hyung” Ujar Gongchan, terdengar nada menyesal dari
ucapanya. Aish, anak itu selalu saja bisa membuatku merasa seperti hyung yang
bodoh.
“Ani, seharusnya aku ya..”
“Hei, apa kami di butuhkan disini?” Sela Youngmin.
Aku mendengus kesal, entah dapat kekuatan dari mana. Rasanya aku
akan meledak-ledak saat ini juga. Adrenalin ku terpacu dan nafasku memburu.
“Ya! Apa yang kalian inginkan!? Lepaskan kami!” Bentaku kasar.
“Hyung jangan~” Mohon Gongchan.
“Hyung boleh aku bermain denganya?” Tanya Kwangmin sambil
memainkan pisau perak di tangan kananya.
Baro POV End
“Silahkan. Aku akan menilai hasilnya nanti” Youngmin, yang
nampaknya lebih tua dari Kwangmin menyeringai lebar menatap Baro.
“ANDWAE! ANDWAE! Jebal andwae!!!” Teriak Gonghcan yang nampaknya
sudah mengetahui apa yang akan si kembar lakukan pada Baro. Air mata mengalir
deras dari pelupuk matanya, dia terlihat sangat ketakutan.
Baro terlihat gusar, dia tidak mengerti arah permainan dan
pembicaraan di antara mereka bertiga. Dia juga merasa cemas mendengar Gongchan
berteriak-teriak seperti itu. Baro tidak bisa melihat Gongchan karena Gongchan
terikat di belakangnya. Sama seperti Baro terikat di atas kursi kayu dengan
kaki dan tangan yang terikat.
“Ya! Sebenarnya apa yang terjadi di sini? Aku tidak mengerti?”
Tanya Baro.
Kwangmin tersenyum, memandang Baro dengan tatapan kau-akan-segera-tahu. Setelah itu
Kwangmin menyeret Baro beserta kursinya keluar ruangan tersebut. Baro hanya
bisa memohon dan memohon. Dia tidak bisa melawan karena saat ini Youngmin
sedang menodongkan pistol di kepala Gongchan. Baro meringis membayangkan darah
yang mengalir dari kepala Gonghcan dan tubuh Gongchan yang di kremasi. Jadi,
Baro memilih diam dan pasrah. Yang dia bisa lakukan hanya memohon dan berdoa.
Begitu juga Gonghcan, dia tahu apa yang akan terjadi pada Baro. 2 hari yang
lalu juga dia mengalaminya, hingga sekarang luka itu masih terlihat jelas di
tubuh Gongchan.
Gongchan POV
Brak!
Aku hampir
berteriak melihat Kwangmin melempar tubuh Baro hyung kehadapanku. Tubuh Baro
hyung berlumuran darah dengan kulit yang di seset-seset pisau. Aku hanya bisa
menangis melihatnya. Ini sudah keterlaluan! 2 hari yang lalu Youngmin
melakukanya padaku, dia melukai tubuhku. Memukulku dengan barang-barang yang
ada di sekitarnya. Pyscho, memang kata yang tepat untuk dua anak kembar di
hadapanku. Tapi ini sudah di luar batas normal! Bahkan jaket Baro hyung
seutuhnya berwarna merah kehitaman padahal aslinya berwarna putih. Aku
menyesal, aku benar-benar menyesal telah menelpon Baro hyung. Kenapa aku bisa
bodoh seperti ini? Jika aku menelpon polisi pasti Baro hyung tidak seperti ini.
Seandainya saat itu aku tidak bertengkar dengan Baro hyung, pasti semuanya
tidak akan terjadi. Penyesalan memang selalu datang pada akhirnya, bukan? Tapi
tidak seperti ini! Aku melihat mulut Baro hyung terbuka, aku tahu saat ini dia
sedang kehabisan nafas. Aku tahu saat ini Baro hyung sekarat. Dadaku terasa
sakit melihatnya. Seandainya tanganku tidak diikat pasti aku sudah berlari
memeluk Baro hyung. Meminta maaf dan berusaha membawanya pergi dari sini. Namun
itu hanya seandainya. Seandainya dan seandainya. Hanya berupa harapan.
“Woaw”
Prok Prok Prok
Aku menoleh ke sisi kiriku, aku mendengus kesal melihat Youngmin
bertepuk tangan dan pandanganya terlihat berbinar. Dia terlihat sangat bahagia
dan kagum sama seperti saat dia memperlakukanku seperti itu 2 hari yang lalu.
“Tak kusangka adikku bisa sehebat ini.” Dia berjalan ke arah
Kwangmin yang sedang membungkukan diri seakan-akan telah memberikan sebuah
pertunjukan paling hebat sedunia.
“Ah~ hidup itu indah hyung. Kajja” Kwangmin merangkul kembaranya
lalu berjalan keluar ruangan.
Aku tersenyum, merasa mendapatkan kesempatan. Namun seketika
senyumanku pudar karena mendengar suara pintu yang di kunci.
Ya, mereka itu gila, pyscho dan pintar. Mereka mengunci
puntunya. Namun aku tidak memperdulikanya lagi, aku segara menggeser kursiku
berusaha mendekati Baro hyung.
Semakin dekat, kulihat semakin mengenaskan. Luka di sana-sini
menghiasi tubuh Baro hyung yang kecil. Aku terisak namun berusaha ku tahan
namun tangisku pecah saat melihat mata Baro hyung menatap mataku. Dan dia
memperlihatkan sederet giginya yang besar-besar.
“Hyung~” Panggilku lirih. Aku semakin cepat menggerakan kursiku
hingga aku sampai di hadapanya.
“Channie~” Baro hyung berusaha berdiri namun terjatuh lagi. Dia
menatapku, aku mengerti maksud pandanganya. Aku segera menggeser kursiku agar
tanganku yang terikat tepat menghadap Baro hyung.
Baro hyung mengulurkan tanganya berusaha menggapai tanganku dan
dia berhasil. Dia segera membuka tali yang mengikat tanganku. Setelah tanganku
bebas aku segera melepaskan tali yang mengikat kakiku. Aku tahu saat ini
‘waktu’ sangatlah penting. Aku tidak mau menyia-nyiakan kesempatan seperti ini.
Gongchan Pov End
Gongchan segera memeluk Baro. Entahlah, saat ini dia merasa
ketakutan, takut pada kenyataan yang menyatakan dirinya akan kehilangan Baro.
“Hyung, mianhae jeongmal mianhae. Aku tidak sengaja merusak
topimu.” Gongchan terisak dalam dekapan Baro.
Baro tersenyum, walaupun ia merasa sakit di seluruh tubuhnya,
setidaknya dia bisa menemukan Gongchan. Bahkan saat ini dia bisa memeluk
Gongchan dan mengelus kepalanya.
“Ani, seharusmya aku yang minta maaf. Mian karena telah
memancing pertengkaran malam itu.” Ujar Baro lembut.
“Hyung aku takut” Gongchan mengeratkan pelukanya. Membuat Baro
merasakan rasa sakit yang menyerangnya secara tiba-tiba. Namun ia menahanya, Baro
menggigit bibir bawahnya. Ia tahu saat ini Gongchan benar-benar ketakutan. Baro
juga merasakan hal yang sama. Takut dan merasa selalu di awasi.
“Oke sekarang dengarkan aku. Semuanya akan baik-baik saja. Aku
janji. Kau percaya padaku, kan?”
Gongchan terlihat ragu, namun ia mengangguk. Ia tentu saja
mempercayai Baro sepenuhnya.
Baro tersenyum lalu segera mengambil ponsel dalam kantong
celananya.
“Apa yang kau lakukan?” Tanya Gongchan.
“Ya, kau lupa kalau manager hyung memasang alat pelacak di
ponsel setiap member?” Tanya Baro lemah. Gongchan hanya tersenyum sambil
menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
“Yeoboseyo? CNU hyung? Hyung bisakah kau menjemputku sekarang?
Aku sudah menemukan Gongchan. Nanti akan kujelaskan. Dan hyung, bawalah polisi
kita akan membutuhkanya.” Baro tidak memutuskan hubungan ponselnya. Jika
seperti itu maka alat pelacak yang di pasanga sang manager tidak akan berfungsi.
Baro hanya menyimpan kembali ponselnya di kantong tanpa memutuskan hubunganya
dengan ponsel CNU.
“Lalu sekarang...”
Cklek..
Kriet..
Baro dan Gongchan terkejut melihat sosok Youngmin dan Kwangmin
yang kini berdiri di hadapanya.
“Wah, ternyata kalian berdua sudah siap ya dengan permainan
kami?” Tanya Youngmin. Bagaimana anak itu bisa terlihat imut padahal kelakuanya
di luar batas normal.
“Ayo kita bermain petak umpet!” Celetuk Kwangmin.
“Kami akan bernyanyi, kalian tahu kan nyanyian Freedy Krueger?”
Ujar Youngmin riang.
“Ya, nyanyian Freedy Krueger versi Jo Twins.” Kali, ini Kwangmin
yang berbicara.
Youngmin mengelus rambut Gongchan sambil menyeringai “Jika
kalian tidak kami temukan berarti kalian selamat dan jika kami menemukan kalian
itu berarti mati”
Baro dan Gongchan merapatkan diri, melindungi satu sama lain.
Mereka sama-sama berprinsip “Lebih baik aku yang mengalah”
“Kami akan menghitung samapi 10 bersiaplah.” Youngmin dan
Kwangmin berjalan menghadap tembok menutup mata mereka dengan kedua tangan
mereka masing-masing.
“Satu...”
Gongchan segera membantu Baro berdiri, mereka berlari keluar
ruangan sekuat tenaga. Tapi, bangunan ini sangat luas pasti susah mencari jalan
keluarnya.
Mereka berlari dan terus berlari namun hal utama yang kini mereka
lakukan adalah mencari tempat persembunyian yang bagus. Setidaknya bisa
menghambat waktu sampai Jinyoung, CNU dan Sandeul datang ke sini membawa
polisi.
Kini mereka sampai di sebuah gudang yang nampaknya bisa di
jadikan tempat persembunyian yang bagus. Gonghcan dan Baro segera berjalan
tertatih-tatih memasuki gudang itu. Saat ini kondisi keduanya memang tidak
memungkinkan berlari lebih jauh lagi. Saat ini keduanya sama-sama lemah dan
terluka. Gongchan segera membaringkan tubuh Baro di pojokan ruangan lalu dengan
sigap Gonghcan menutup pintu gudang tersebut dan menggeser meja, kursi dan
benda-benda lainya hingga menutupi pintu tersebut. Setidaknya hal itu bisa
menghambat si kembar jika mereka menemukan Gongchan dan Baro.
“Hyung~” Gongchan segera menghampiri Baro, memeluknya. Entah
kenapa saat ini ia merasa ingin selalu berada dalam pelukan hyungnya itu.
Hening...
Untuk beberapa saat semuanya begitu hening dan tenang hingga...
“1..2... Jo twins come..”
Seketika tubuh Gongchan dan Baro menegang.
“3...4... let’s we play..”
Tubuh Gongchan bergetar hebat saat suara itu semakin mendekat
dan dia semakin mempererat pelukanya pada Baro.
“Ya, Channie~ tenanglah, se-semuanya akan baik-baik saja..” Ujar
Baro. Ia merasa tubuhnya yang kecil menolah pelukan Gongchan yang terlalu
kencang, namun hatinya tidak. Hatinya akan selalu setia menerima pelukan
Gongchan. Tapi, saat ini tubuhnya benar-benar kesakitan.
“5..6.. hide and seek...”
Suara itu semakin mendekat..
Gongchan semakin mempererat pelukanya..
“7...8.. get ready...”
“Arghh...” Baro mengerang kesakitan saat Gongchan mempererat
pelukanya untuk yang kesekian kalinya. Darah mengalir dari hidung Baro, terus
mengalir membasahi leher Baro.
“Hyung!” Seru Gongchan pelan, dia terlihat ketakutan dan
khawatir.
“9...10... Here we come...”
Brak!
Nafas Gongchan tercekat saat mendengar suara pintu di dobrak..
Dan itu pintu gudang..
Ingin sekali rasanya Gongchan berteriak sekencang-kencangnya,
memberi tahu seluruh dunia kalau saat ini dia dan hyungnya sedang dalam bahaya.
Sedangkan Baro. Walau pun sifatnya yang tidak bisa diam dan
heboh sendiri namun di saat-saat seperti ini otaknya masih berpikir. Matanya
melirik ke segala arah tanganya meremas tangan Gongchan seakan memberikan
ketenangan pada Gongchan. Baro sama sekali tidak terintimidasi dengan pintu
gudang yang terus di dobrak si kembar.
“Gonghcan-ah, jendela! Cepat keluar lewat jendela itu!” Seru
Baro pelan, tanganya menunjuk ke arah jendela tepat di depanya.
Gongchan segera memapah tubuh Baro, namun Baro menolaknya.
“Aku bisa Channie~” Ujarnya lembut. Gongchan hanya mengangguk
lalu membantu Baro melepaskan papan yang menutupi jendela tersebut.
Srak!
“Annyeong..”
Gongchan dan Baro tersentak. Melihat Kwangmin muncul dari balik
papan yang menutupi jendela tersebut. Matanya yang besar tersirat jiwa pembunuh
yang memang sudah bersarang di tubuhnya sejak lama.
“Tidak seru!” Ujarnya “Padahal kupikir kalian akan sulit di
temukan, ternyata lebih mudah dari yang kukira” Kwangmin menyeringai seram
menatap Gongchan dan Baro.
“Sudahlah hyung,” Ujarnya lagi “Jangan menunda-nunda waktu”
Sret!
“Ukh..” Rintih seseorang.
“G-Gongchan!” Baro menggeram melihat Youngmin sudah berada di
belakang Gongchan. Menodongkan pisau tepat di leher Gongchan. Baro menoleh
menatap pintu gudang yang... terbuka? Bagaimana bisa!? Padahal tadi jelas-jelas
pintu itu tertutup rapat dengan berbagai macam barang-barang di depanya sebagai
penjanggal.
“Tak kusangka kalian sebodoh ini” Ujar Youngmin sambil
menggoreskan pisau di leher Gongchan yang meringis kesakitan.
“Jangan ganggu dongsaengku!” Teriak Baro. Dia tidak perduli
tubuhnya yang terluka parah, dia segera menerjang Youngmin lalu memukulinya
berkali-kali.
“Tidak-ada-yang-boleh-menyakiti-adikku” Ujar Baro, dia memberi
penekanan pada setiap kata yang ia ucapkan.
“Hyung~akh...”
Baro segera menoleh mendengar suara rintihan Gongchan. Baro
menggeram marah melihat Kwangmin mencekik Gongchan. Baro segera berlari
menghampiri mereka dan langsung menendang Kwangmin.
Baro segera menarik tangan Gongchan dan membantunya berdiri.
Entah kenapa, tiba-tiba saja Baro merasa tubuhnya tidak selemah tadi ia merasa
ada seseorang yang membantunya.
Baro dan Gongchan segera berlari menuju pintu namun...
Srat!
“Akh~”
Youngmin menatap Baro penuh kemenangan. Pisau yang tadi ia
pegang berhasil menembus perut Baro. Kini Youngmin tengah menjilat darah yang
masih menempel di piasunya.
“Hyung~” Mata Gongchan membulat. Seketika tubuh Baro melemas,
Gongchan segera mendudukan Baro di lantai.
“APA YANG KALIAN INGINKAN, HAH!?” Teriak Gongchan.
Srat..
Youngmin menggoreskan pisau di pipi Gongchan yang terlihat geram
dan berusaha menahan amarahnya.
“Yang kami inginkan hanya bermain..” Ujarnya polos..
“Apa itu salah?” Tanya Kwangmin yang kini tepat berada di
belakang Gongchan menyenderkan dagunya di bahu Gongchan.
“Tentu saja itu salah! Kalian sebut ini bersenang-senang!?
Kalian gila! Psycho! Ini benar-benar di luar logika!” Teriak Gongchan.
Kwangmin menatapnya tajam “Ini menyenangkan,” Ujarnya, berjalan
menghampiri Youngmin. “Kami senang melakukanya..” Kali ini Youngmin yang
berbicara. “Kami melakukanya sejak ulang tahun kami yang ke 7. Kami membunuh
seorang polisi bernama Kim Dong Hyun”
“Yaaa~ kami sudah sangat sering melakukanya...., hingga kami
tidak ingat semua nama orang yang kami bunuh.” Kwangmin merangkul pundak
kembaranya. “Namun aku masih ingat orang terakhir yang kami bunuh.”
Youngmin masih sibuk membersihkan darah yang menempel di
pisaunya berkata “Namanya Minwoo..”
Seketika Gongchan merasa tubuh Baro menegang. “N-No Minwoo?”
Tanya Baro, suaranya terdengar tercekat dan tanganya berusaha menghentikan
darah yang mengalir dari perutnya.
“Tepat sekali... Bagaimana kau mengetahuinya, huh?” Tanya
Kwangmin berjalan mendekati Gongchan dan Baro. Mata Gongchan dan Baro menatap
was-was ke arah Kwangmin.
“T-tidak mungkin... Bagaimana bisa?” Gumam Baro. “PERSETAN!
BAGAIMANA BISA KALIAN MEMBUNUH SAHABATKU!?” Kini Baro benar-benar marah.
Ternyata dua orang yang kini ‘bermain’ denganya dan Gongchan adalah pembunuh No
Minwoo. Sahabatnya, sahabat karibnya. Sahabat terbaik yang pernah di miliki
Baro.
“Woaw, ini suatu kebetulan. Ternyata orang yang dulu kita bunuh
adalah sahabat orang yang akan kita bunuh.” Ujar Kwangmin, wajahnya terlihat
sumringah.
“BAJINGAN!” Entah kenapa lagi-lagi Baro merasa ada
seseorang yang membantunya berdiri dan merebut pisau yang di pegang Kwangmin
dan menghunuskanya tepat di jantung Kwangmin berkali-kali.
Gongchan tercengang melihat Baro yang seperti ini, ia merasa
kalau itu bukanlah Baro yang ia kenal.
Tiba-tiba..
Dor!
“Akh!”
Tubuh Baro menegang seketika. Ia menoleh.
Lalu...
“Andwae~”
Baro menatap Youngmin tajam lalu segera melempat pisau yang ia
pegang ke arah Kwangmin.
Cleb!
Pisau itu tepat mengenai kepala Kwangmin yang tidak sempat
menghindar.
“Gongchan-ah~” Panggil Baro lirih. Ia segera menghampiri tubuh
Gongchan yang terkapar, darah merembes membasahi punggungnya.
“Channie-ah~” Panggil Baro lagi, berharap orang yang kini berada
di pangkuanya merespon panggilanya.
“H-hyung~” Gongchan menggenggam tangan Baro yang sedang mengelus
pipinya.
Dor!
“Ugh!” Baro mengerang kesakitan saat ia merasakan ada sesuatu
yang merobek dan menembus punggungnya.
Dengan sisa kekuatanya yang masih ada Baro menoleh, menatap
tangan Kwangmin yang memegang pistol dan tubuh Kwangmin yang terbaring tak
berdaya. Walaupun tak berdaya dia masih bisa tertawa, tertawa penuh kemenangan,
kesedihan dan kegilaan.
Baro berjalan tertatih-tatih menghampiri tubuh Kwangmin lalu
segera merebut pitolnya dan..
Dor! Dor! Dor!
3 butir peluru kini bersarang di jantung dan kepala Kwangmin.
“Hyung~ ayo cepat kita pergi!” Seru Gongchan lemah, dia berusaha
berdiri dan menegakan tubuhnya.
Baro mengangguk lalu berjalan bersama Gongchan. Berjalan pelan,
saling memapah tubuh dan saling melindungi.
Mereka benar-benar tersesat hingga kini mereka sampai di sebuah
ruangan. Ruangan yang bersih dan tertutup.
Mereka hendak kaluar namun pintu ruangan tersebut tidak dapat di
buka.
Mereka terjebak di ruangan tertutup..
Tak ada cela sedikit pun..
Dingin?
Entah kenapa ruangan ini bisa terasa begitu dingin..
Ya, ini memang musim dingin tapi tadi tidak sedingin ini..
“Hyung!” Seru Gongchan, matanya membulat karena menyadari
sesuatu. Tubuh Baro menegang, dia juga menyadari sesuatu.
“Ini lemari es?” Ujar Baro bingung “Lemari es.. raksasa?”
“Ya! Hyung bagaimana ini, aku tidak mau mati kedinginan di sini”
Ujar Gongchan, suaranya terdengar serak dan bergetar.
Baro segera memeluknya “Nado channie~ nado... aku juga tak mau
berakhir seperti ini..”
Lagi-lagi mereka di selimuti kedinginan cukup lama..
Hingga.. sesuatu yang bergemeletuk terdengar.
Dingin.. mereka kedinginan. Tentu saja, kini mereka berada di
dalam lemari es ‘raksasa’ atau ruangan yang di penuhi es. Setiap sudutnya
terdapat bongkahan batu es sebesar meja belajar.
Kini kedua rekan itu berada di pojokan ruangan. Memeluk satu
sama lain mencari kehangatan, gigi mereka bergemelatuk karena udara yang
menusuk hingga ke tulang rusuk mereka. Darah yang berasal dari luka-luka mereka
mengering, mengering karena udara dingin. Mengering dan menghitam, namun tidak
menghilangkan rasa sakit yang menusuk-nusuk. Entah apa yang mereka pikirkan
saat ini. Mungkin dorm? Ya, Gongchan yang sedang memikirkan dorm. Dorm yang hangat
dan di penuhi keceriaan. Bagaimana dengan Baro? Dia terlihat lelah, kesakitan
dan rapuh. Dia sedang memikirkan No Minwoo, sahabat terbaiknya yang di bunuh si
kembar itu. Ingin rasanya ia berteriak dan menangis, namun ia tidak mungkin
melakukanya. Di saat-saat seperti inilah dia harus tegar dan kuat, di saat yang
mungkin akan menjadi saat-saat terakhirnya. Tapi kini dia benar-benar rapuh. Ia
ingat jelas tubuh Minwoo yang di penuhi luka dan wajah Minwoo yang menunjukan
rasa penyiksaan dan kesakitaan sebelum ia mati. Tragis memang. Dan kini kemungkinan
besar Baro yang akan mengalami hal yang di alami sahabatnya. Mati dengan
tragis.
Pandanganya mulai mengabur, dia menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Chanie-ah~” Panggilnya lirih. Tak ada jawaban, hening. Baro baru menyadari
kalau kini Gongchan tengah terbaring tak berdaya dalam pelukanya. Baro terisak
mengelus-elus pipi Gongchan lebut. Pikiranya kacau sedangkan hatinya kalut, dia
takut merasa kehilangan untuk kedua kalinya. Dulu saat dia kehilangan Minwoo,
kesehatanya drop dan Baro benar-benar terpuruk. Berhari-hari menyendiri hingga
terlihat seperti layaknya mayat hidup. Diam dan pucat namun masih ada kehidupan
di sana.
“Channie! Tega sekali kau meninggalkanku dengan keadaan seperti
ini” Ujar Baro. Tangisnya pecah, seketika itu juga dia memeluk Gongchan.
Menggoyang-goyangkan tubuhnya dan berteriak “GONGCHAN BANGUN! JEBAL CHANNIE!!!”
Berteriak-teriak kalut berharap semua ini tidak pernah terjadi. Tatapanya
mengabur, mendadak Baro merasa tiba-tiba rasa pusing menerjang kepalanya. Baro
hanya bisa merintih kesakitan. Dia semakin mempererat pelukanya, mencium puncak
kepala Gongcahan. Dan berharap semuanya hanya mimpi..
“Ya! Hambaro sudah lama kita tidak bertemu ^^” Baro segera
menoleh ke arah asal suara tersebut.
Entah kenapa kini tiba-tiba Baro berada di hamparan rerumputan
hijau, sejauh mata memandang hanya ada rumput.
“Mi-Minwoo!” Seru Baro, matanya terbelalak melihat orang di
hadapanya. Orang yang teramat dia rindukan, orang yang memberinya warna pada
setiap langkah yang ia pilih. Orang yang ia kagumi.
Tanpa berpikir panjang Baro segera memeluk Minwoo. “Hahaha~ kau
tidak banyak berubah Baro-yah~” Tawa Minwoo, membalas pelukan hangat Baro.
“Tega sekali kau meninggalkanku Minwoo. Kau tahu aku sempat putus
asa kehilangan sahabat terbaiku sedunia!” Seru Baro, merentangkan tanganya lalu
berputar-putar.
“Memangnya kau pernah keliling dunia?” Tanya Minwoo. Baro hanya
cemberut menanggapi pertanyaan simpel sahabatnya yang tepat mengenai sasaran.
“Ya, dengar Hambaro. Tak masalah topi putih pemberianku itu
rusak. Yang penting kita ,masih sahabat bukan?” Tanya Minwoo, Baro menganguk
tatapanya menerawang mengingat kejadian yang baru ia alami. Minwoo merangkul
Baro, mengelus-elus punggung sobatnya itu.
“Kita akan menjadi teman selamanya. Aku akan selalu menjagamu di
atas sana, mengawasimu dan melindungimu.” Ujar Minwoo. “Dan kini aku harus
bergegas kembali ke atas sana ta....”
“Boleh aku ikut?” Sela Baro.
“Mian Baro-yah~ belum saatnya...” Ujar Minwoo melepas
rangkulanya lalu berjalan gontai menuju selatan.
“Monwoo-yah~ jangan tinggalkan aku..” Baro berusaha menggapai
tangan Minwoo.
“Belum saatnya Baro, belum saatnya” Minwoo menggeleng-gelengkan
kepalanya pelan. “Jangan kau tinggalkan orang-orang yang menyayangimu di bawah
sana” Lanjut Minwoo suaranya terdengar menjauh begitu juga tubuhnya yang
menjauh menuju sebuah titik cahaya. Lama-kelamaan cahaya itu membesar sehingga
membuat Baro memejamkan matanya.
Jari-jari itu bergerak perlahan, kepalanya bergerak-gerak ke
kiri kekanan lalu matanya terbuka.
“Hyung!”
★8 Bulan Kemudian, B1A4
Special Comeback Stage Add KBS Music Bank★
Baby U U U U U
내가 정말 아끼는 넌데
못된 말만 배워서 못된 짓만 배워서 착한 니 맘 몰라서
뭔가 자꾸만 꼬여 꼬여
Baby U U U U U
jalharyeogo haneunde an dwae
motdoen malman
baewoseo motdoen jitman baewoseo chakhan ni mam mollaseo
mwonga jakkuman kkoyeo kkoyeo
Baro tersenyum melihat Gongchan yang terlihat lebih sehat dan
segar dari beberapa bulan yang lalu. Ya, kini mereka, semua member B1A4 tengah
mengadakan come back stagenya di KBS Music Bank. Comeback stage yang telah di
tunggu-tunggu BANAs. Comeback stage setelah kejadian itu, kejadian yang hampir
merenggut nyawa dua orang member boyband tersebut. Namun semuanya kini berjalan
lancar. Walaupun Baro dan Gongchan masih harus pergi ke psikiater karena
traumatik yang cukup parah akibat kejadian itu.
Namun itu hanya masa lalu..
Jangan lihat kebelakang karena di belakang hanya ada kenangan..
Lihatlah kedepan karena masa depan berada di tangan kalian
masing-masing..
사랑해 널 사랑해 (널 사랑해 내가 더 사랑해 Hey~ yeah)
사랑해 널 사랑해
사랑해 널 사랑해 (더 Oh 더)
사랑해 널 사랑해
saranghae neol saranghae (neol saranghae naega deo saranghae
Hey~ yeah)
saranghae neol saranghae
saranghae neol saranghae (deo Oh deo)
saranghae neol saranghae
....
Mereka berlima saling berpelukan di back stage, mensyukuri
nikmat yang di berikan Yang Maha Kuasa. Mereka masih berlima, itu tandanya
mereka B1A4. Bukan 5 berarti itu bukan B1A4. Mereka adalah 5 orang-orang
berbakat yang saling melengkapi satu sama lain.
People are
watching, so wipe your tears and raise your head
I told you I was sorry, should I kneel down
What can I do if
you cry at all of my common word mistakes
I won’t be able to console you by saying ‘I love you’ anymore
FIN~
Gah! Finally xD! Well i really hope your comment. I HATE Silent
Readers -__- Kiss you all my Good Readers :* :* :*
once again sorry for te typo(s) *deep bow*